January 23, 2019 Edwin

Alasan Memilih KPS? Cuma Iseng Aja

Setelah semester 1 berakhir, mulai kepikiran dibenakku, apakah aku akan terus menjadi mahasiswa Kupu kupu?

 

Siap kuliah, pulang.

Siap Kuliah, pulang.

Ada kelas, datang

Selesai? Pulang.

M e m b o s a n k a n…..

 

Suatu hari, aku bertanya pada temanku, bagaimana rasanya punya organisasi?

Ya, itu menambah koneksi baik sesama satu stambuk, senior dan alumni, menambah pengalaman juga tentunya, dan adanya diskusi tentang kuliah yang memudahkan pemahaman itu sendiri…

Hm, Menarik….

 

Melihat teman-teman lain yang mengikuti organisasi berkembang lebih cepat rasanya jadi pemacu untuk ikut juga.

Akhirnya, ada sebuah poster tertempel di mading yang berisi penerimaan anggota baru di KPS FH USU.

Dicoba saja lah pikirku, lolos tak lolos biarin aja dah (setelah melihat adanya beberapa tahapan seleksi).

 

Kegiatan pertama adalah SOSIALISASI. Sebuah kegiatan yang biasa-biasa aja, tidak ada yang menarik. Justru nambah kerjaan harus mempelajari hukum acara ini itu karena itu akan menjadi bahan seleksi tahap pertama nanti.

Hari Seleksi Tahap Pertama pun tiba,menunggu antrian di sore hari karena banyak yang ikut seleksi. Akhirnya giliranku. Sepasang senior stambuk 2012 dan 2014 siap mencecarku dengan pertanyaan. Oke, selesai tahap pertama.

Namaku tertulis dalam pengumuman yang lolos dan melanjut ke seleksi tahap kedua. Ya menganalisis kaspos.

Dengan sangat bingung dan ga tahu apa-apa, aku mencoba menghafal alur kasus posisi tersebut, dan menentukan pasal apa yang tepat untuk menjerat si terdakwa dalam kasus itu. Oh ya, tentu saja untuk mencari jawaban dilakukan bersama teman-teman satu kelas yang juga ikut seleksi. Itu sangat membantu sekali ketika kondisi sangat gelap~

 

Hari Seleksi Tahap Kedua datang juga, dan kali ini aku harus berhadapan dengan penguji yang sama seperti tahap pertama plus beberapa stambuk 2014 dan 2015 yang ikut mengamati.

Yang kuingat hari itu cuma satu, perkataan mereka

"polos kali kau dek" .... yah aku yakin itu cuma kata-kata halus dari "bodoh amat sih lu"

 

Di tahap ini tidak ada pengguguran, jadi otomatis lanjut ke tahap 3, Simulasi Persidangan.

10 Orang pun tergabung di tim kami, dengan kaspos pidana.

Agar adil, kami mengambil undi posisi yang bakal diperankan. Well, aku dapat posisi Jaksa Penuntut Umum. Ntahlah aku gak tau itu apa kerjanya.

Transkrip persidangan kami buat agar mudah dihafal dan dipahami. Kami latihan berkali-kali.

Dalam latihan, tidak jarang mereka mem-bully ku, yah namanya juga belajar membaca surat dakwaan....

 

Hari Seleksi Tahap Tiga pun tiba. Dengan berbaju kemeja putih dan celana hitam khas dresscode nya UTS/UAS kami mulai duduk di posisi masing-masing.

Hakim ketua membuka sidang, lalu aku membaca surat dakwaan yang entah macam apa penampilannya saat itu, lalu mendengarkan pembacaan eksepsi oleh PH.

Waktu yang menegangkan pun tiba, penguji mulai meroker posisi-posisi kami, dan aku dipindahkan jadi hakim anggota I. Hm, untung bukan hakim ketua.

 

Agenda pembuktian pun dibuka, dengan nada yang entah macam apa aku harus menanyakan sesuatu kepada saksi yang duduk disana.

Setelah beberapa saat, penguji kembali merubah posisi, hakim anggota 2 diroker jadi hakim ketua. Jantungku mulai kencang. Dalam hati aku terus berharap "jangan jadi hakim ketua, jangan jadi hakim ketua".

Beberapa saat kemudian, posisi dirubah kembali, dan kali ini aku harus menjadi terdakwa. Dalam situasi linglung, aku memilih untuk meninggalkan teks transkrip yang berisi jawaban pertanyaan.

 

Majelis hakim pun mulai mengajukan pertanyaan, entah kenapa dan mengapa, BAP Terdakwa yang kubaca saat kami membuat transkrip terlintas.

JPU pun mulai mengajukan pertanyaan, dan kujawab seadanya, begitu juga dengan PH.

Akhirnya palu 3x diketuk, yang menandakan berakhirnya sidang. Lega? Ya. Tapi babak selanjutnya dimulai.

 

Para penguji mulai melancarkan pertanyaan-pertanyaan, yang aku pun tidak tahu apa jawabannya. Evaluasi di depan PS dari masing-masing penguji menjadi penutup hari itu. Saat nya pulang.

 

Tahap Seleksi Tahap terakhir adalah wawancara. Untung saja aku cepat mencatatkan nama di daftar hadir, sehingga ketika mentari masih terang aku sudah selesai diwawancarai. Sungguh, banyak pertanyaan menjebak disana.

Namun karena solidaritas menunggu teman perjuangan, akhirnya kutunggu juga hingga larut malam. Ya, pendopo sudah gelap karena cahaya lampu masih layak dikatakan kurang terang.

Yang perlu dilakukan saat ini adalah menunggu, beberapa peserta lain sudah tidak sabar menunggu pengumuman di grup line.

Suatu sore, ketika sedang duduk dan berkumpul di sebuah kede, salah satu senior mengumumkan bahwa daftar peserta yang lolos sudah ditempel di mading. Beberapa saat kemudian, aku harus kembali menelan Pil Pahit.

Ya, nama teman-teman ku yang berjuang bersama tidak ada disana.